Setelah menyelesaikan tugas rutin harian saya, mencipta lagu dan menemani anak-anak bermain, tiba-tiba mata saya tertuju kepada tumpukan buku yang dikirimi teman-teman saya soal agama. Saya pun duduk sejenak untuk membuka kiriman buku-buku itu, lalu tiba-tiba saya teringat soal perdebatan panjang dalam otak saya soal Sunni dan Syiah
Saya dibesarkan dalam ajaran SUNNI, ayah saya dan ayahnya ayah saya juga hidup di dunia ini tanpa pernah mengenal apa dan bagaimana SYIAH itu. Entah mereka tidak peduli atau mereka dapat informasi yang salah, tetapi akhirnya mereka mengatakan bahwa ajaran SYIAH itu sesat.
Agar saya tidak ikut-ikutan salah memahami SYIAH, saya pun disekolahkan di SD MUHAMMADYAH di Surabaya pada saat itu. Padahal setelah saya besar, saya mendapat informasi (entah benar atau salah) bahwa MUHAMMADiYAH itu adalah sekolah WAHABI (madzab Islam yang awalnya dikenalkan di Arab Saudi yang konon ajarannya paling keras).
Tapi saya yakin hingga kini ayah saya hanya berfikir simple, bahwa SD MUHAMMADiYAH adalah SD ISLAM, dan ayah saya mau anaknya menjadi ISLAMI. Saya akui cara mendidik ayah saya berhasil, saya sangat punya perhatian yang khusus terhadap ISLAM, bukan hanya karena ISLAM agama yang saya anut, tapi juga ISLAM dalam segala perspektifnya, mulai dari fiqih hingga filsafat ISLAM juga saya pelajari.
Dalam petualangan saya itu, saya mulai memahami soal sejarah nabi-nabi hingga sejarah pemikiran filosof-filosof yang mengantarkan saya juga sampai pada perdebatan soal wacana pemikiran SUNNI-SYIAH-WAHABI. Terus terang, meskipun saya dibesarkan dalam lingkungan WAHABI-SUNNI, hati saya terus menerus digerogoti rasa keingintahuan yang mendalam tentang ajaran SYIAH. Mungkin ini semua karena saat REZIM SOEHARTO jatuh, buku-buku soal SYIAH bisa beredar dengan luas dan akhirnya saya bisa membeli buku buku SYIAH tersebut dan bisa mengakses informasinya dengan lebih leluasa.
Sesuai Hati Nurani
Lalu apa pandangan saya soal Syiah? Dalam beberapa hal, konsep ajaran SYIAH ternyata sangat sesuai dengan hati nurani saya. Misalnya konsep tentang AYATULLAH. AYATULLAH adalah konsep mengenai seseorang yang dipilih dengan sangat ketat untuk bisa menjadi IMAM yang punya otorisasi terhadap hukum-hukum ISLAM bagi penganut SYIAH. Dalam ajaran SUNNI, kita mengenal adanya HADIST, sementara dalam ajaran SYIAH, FATWA-FATWA AYATULLAH adalah dasar-dasar hukum yang selalu bisa di up date oleh AYATULLAH berikutnya.
Artinya apa? Tidak ada hukum ISLAM yang ketinggalan jaman atau peristiwa yang sama sekali tidak ada payung hukumnya jika ditanya soal hal-hal tertentu. Pemahaman saya ini karena saya sudah bisa mengakses buku-buku tentang
SYIAH. Ada satu cerita menarik, dalam proses pencarian saya ini, saya akhirnya bisa bertemu dengan Tokoh-Tokoh SYIAH juga. Dari hasil dialektika yang terjadi, agak susah dibohongi hati ini untuk tidak mengatakan, mereka semua ternyata dari golongan high intellectual.
Dari pertemuan saya itu, saya yakin bahwa mereka bukan intelektual kelas kacangan. Seandainya saya sempat berjumpa dengan AYATULLAH KHOMEINI, pasti kekaguman saya makin besar dan membara. Baru lihat wajahnya di foto saja, saya sudah terkagum-kagum, apalagi kalau sempat bertemu. Dalam hati kecil saya lalu muncul pertanyaan, kenapa ya banyak orang yang menyesatkan ajaran Syiah? Padahal setahu saya, tidak ada satu pun manusia yang bisa menyesatkan umat ISLAM lainnya dengan dalih apapun karena kewenangan menyesatkan itu hanya ada di tangan TUHAN.
Atas dasar itulah saya SELALU tidak pernah sepaham dengan sebagian Umat ISLAM yang kerjaannya seenaknya sendiri menyesatkan aliran orang lain. Yang jelas, saya masih dalam taraf sedang ‘mempelajari’ SYIAH. Saya tegaskan bahwa saya belum menjadi SYIAH, entah akhirnya menjadi SYIAH dalam waktu besok, lusa, tahun depan, atau bahkan tidak sama sekali, WALLAHUA’LAM.